Jumat, 05 Juni 2009

MEMBUAT TAHU BAKSO

Pertemuan kali keempat, kelompok pemberdayaan Padepokan Musa Asy’arie, diisi dengan membuat tahu bakso. Bertempat di rumah ibu Eny, dengan pertimbangan dapur Ibu Eny lebih luas , selain itu “ Di Rumah bu Eny saja, supaya nanti kalau kekurangan apa-apa tinggal ambil” Usul ibu Tin, sebelum pertemuan.
Jadilah, Sabtu itu, 30 mei 2009, anggota pemberdayaan membuat tahu bakso, tepat pukul 16:00 WIB. Ibu Tin didaulat menjadi chef-nya. Maklum, dialah yang paling ahli memasak dibandingkan yang lainnya.
Dengan Lihai, Ibu Eny membuat adonan isi Tahu. Adonan itu berisi daging yang digiling, Ibu Eny yang menggilingnya. kemudian ibu Tin memasukkan kanji dan menghaluskan bumbu, yaitu bawang putih dan merica. Diaduk rata, dan ditambahkan telor. Usai membuat adonan, Ibu Mujirah membantu memasukkan adonan ke dalam Tahu dan menggorengnya.
Ibu Tuminah dan Ibu Mulyani adalah tetangga yang paling dekat dengan ibu Tin, hanya berjarak sekira tiga rumah. Meski begitu, sangat sedikit intensitas mereka membicarakan permasalahan pekerjaan. Maklum, setiap hari mereka sibuk dengan pekerjaan sendiri-sendiri, sehingga interaksi antar mereka, sangat jarang terjadi. Padahal, IBu Tin, salah satu anggota pemberdayaan, adalah pedagang Batagor, yang pernah juga berjualan tahu bakso.
Seluruh anggota PADMA pemberdayaan datang dalam acara itu, ada ibu Mulyani, Ibu Tuminah, Ibu Mujirah, Pak Sumitro, dan Ibu Eny. Mereka begitu antusias dibuktikan dengan membantu ibu Tin memasak sambil sesekali bertanya.
Usai memasak, Ibu Tin pun menjelaskan tentang proses cara membuat tahu bakso yang enak dan sehat. Ibu-ibu yang lain antusias mendengarkan. Sambil mencicipi, ibu Tuminah berkata, “ Mpak nyuss” meniru gaya Bondan, sang kuliner di Trans TV. Setelah itu Pak Sumitro, bertanya, “ Kalau misalnya, dagingnya dikurangi bisa?”
“ Tentu saja, bisa saja, tergantung selera kantong, hehe.” Jawab bu Tin, dengan sedikit bercanda.
Usai Tanya Jawab, Ibu Eny, mengatakan “Wah nanti, kalau saya dapat jatah arisan, saya akan membuat tahu bakso, ternyata membuatnya mudah dan cepat”. Kemudian IBu Mulyani, yang saat itu sedang menggendong anaknya, sambil tersenyum dan dengan optimis menambahkan, “Wah, kalau begitu, saya akan membuat tahu bakso ini, untuk jajan anak-anak, biar tidak sering jajan di luar, khan lumayan biar ngirit.”(Padma-30 Mei 2009)

Selasa, 02 Juni 2009

Sekolah Etika Politik



Latar Belakang
• Politik senantiasa identik dengan kekuasaan dan “kejahatan” serta kekerasan, sehingga memungkinkan seseorang untuk selalu sikut-menyikut dalam semua arena perebutan.
• Bahkan yang paling menyedihkan adalah bahwa politik selalu berimpitan dengan perebutan kekuasaan. Dan kekuasaan identik dengan uang, bahkan kematian banyak orang, karena politik juga identik dengan pertarungan dengan model machiavelian.
• Politik yang pada awalnya memiliki makna luhur untuk mencerahkan dan mensejahterakan masyarakat, berubah menjadi “monster” berwatak jahat dan pemangsa manusia. Rakyat banyak tidak lebih sebagai makhluk yang setiap saat harus rela dikebiri dan dibantai hasrat kesejahteraanya. Rakyat hanya boleh melihat dan meminta tetapi belum tentu dikabulkan oleh para politisi berwatak jahat.
• Hal itu karena politik tidak lagi memiliki kesantunan (fatsoen) yang bisa menghargai perbedaan, keragaman dan proses yang demokratis. Politik berjalan di atas roda dan rel yang sangat menindas dan penuh dengan kekerasan-kekejaman pada publik (rakyat).
• Politik dalam makna yang demikian bahkan cenderung meminggirkan masyarakat dan mengorbankan orang yang dianggap sebagai “lawan politiknya”. Kerjasama dan negosiasi tidak berjalan dengan normal sehingga selalu menabrak norma-norma etika (moral) politik.
• Politisi akhirnya bergeser seakan-akan menjadi musuh rakyat, menjadi musuh sesama politisi dan yang lebih mengerikan adalah tidak memiliki karakter yang memadai untuk memimpin sebuah perubahan bangsa. Rakyat menjadi “emoh” pada politik dan politisi. Fenomena maraknya apatisme politik dengan Golput menunjukkan jika fatsoen politik sudah mulai ditinggalkan para politisi dan para elit politik di negeri ini. Kondisi seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.
• Etika politik dan fatsoen-fatsoen politik tidak boleh terus dilupakan, sementara pertarungan merebut kekuasaan dan uang menjadi ajang yang paling sempurna. Oleh karena itu, perlu rumusaan etika politik agar bangsa ini bisa menjadi bangsa yang beradab, maju dan lebih cerdas di masa depan

Tujuan
• Menggali khazanah etika politik dalam tradisi politik kontemporer
• Memberikan pijakan pada para politisi, pengambil kebijakan untuk menerapkan kesantunan-kesantunan politik dalam bertindak dan mengambil kebijakan
• Memberikan ruang untuk saling belajar antar politisi di Indonesia
• Memberikan ruang untuk berdiskusi dan kemampuan mengapresiasi atas perbedaan dan keragaman dalam praktik politik Indonesia
• Berfikir kritis, mandiri, dan menghargai adanya perbedaan dalam pilihan, metode dan praktek politik

Materi Kuliah
• Etika-Moral sebagai Landasan Politik
• Solidaritas Sosial sebagai Politik
• Rekayasa Menuju Keadilan Sosial
• Rasionalitas Nilai dalam Politik
• Hukum sebagai Etika Politik
• Komunikasi sebagai Etika Politik
• Negosiasi sebagai Etika Politik
• Kekuasaan dalam Etika Politik

Pengajar
• Dr. Haryatmoko, SJ
• Dr. GP. Sindhunata, SJ
• Dr. Sugeng Bayu Wahyono
• Prof. Dr. Heru Nugroho
• Prof. Dr. Musa As’yarie
• Budi Santoso, LLM
• Dr. Lukas Ispandriarno
• Lambang Trijono, MA

Jumat, 08 Mei 2009

Pelatihan Manajemen Berfikir Multidimensional (MBM)



Padepokan Musa Asy'arie Yogyakarta, akan membuka pelatihan MBM, tujuan dari peltihan ini; mengarahkan kita agar tidak terjerumus dalam tindakan egoisme destruktif, dapat berfikir cerdas, visioner sehingga mampu mengubah tantangan menjadi peluasng serta cerah menghadapi berbagai masalah yang komplek.

pelatihan ini dapat diikuti oleh: Instansi pemerintah,swasta, pengusaha, akademisi, politisi, jurnalis, pelajar, mahasiswa dan masayarakat umum.

informasi lebih lanjut bisa menghubungi:
MBM Training Center Yogyakarta
Jl. Solo Km.8 Nayan No. 108A Maguwohardjo, Sleman yogyakarta 0274 489283

Minggu, 19 April 2009

SEMANGAT PENJUAL BATAGOR

Matahari begitu menyengat. Pak Tin bersemangat mendorong gerobak batagornya, memasuki halaman SD Nayan.
Hari itu adalah hari pertama berjualan dengan gerobak baru. Gerobak itu dibuat setelah mendapatkan pinjaman dari devisi pemberdayaan PADMA. Ia senang, tetapi juga tak karuan hatinya. Maklum, setiap kali mulai berjualan, ia selalu menerka-nerka, “Ya…itu mbak, pertanyaannya selalu, ada yang beli nggak ya nanti?”
Jika jualannya tidak habis, maka batagor sisanya, jika sedikit, dimakan sendiri. Namun, jika masih banyak, ia berikan untuk makanan lele di kolam ikan tetangganya. Pagi itu, Pak Tin berbahagia. karena batagornya habis dibeli murid-murid SD. “Lega rasanya mbak. ” Saking senangnya, ia segera pulang. Uang 30 ribu rupiah sudah di tangannya di siang hari itu.
Pak Tin pun menyuruh istrinya untuk memasak batagor lagi. Tidak ada yang dapat menghentikan lajunya, begitupun dengan istrinya. “Sebenarnya, saya waktu itu capek, tapi saya tak tega mengendurkan semangatnya” cerita bu Suprihatin Dengan senyum lebar, usai sholat dhuhur, Pak Tin pun bergegas menjual batagor keliling desa nayan..
Pukul 15.00 WIB, Batagor di gerobak Pak Tin habis. Rizki nomplok didapatnya. Ia pun bergegas pulang dan menyuruh istrinya untuk membuat batagor lagi. “Benar-benar bersemangat suami saya, Jadi. Saya menuruti saja” Lanjut Bu Tin. Dan, sore itu juga, Pak Tin kembali berjualan, kali ini di dekat bandara Adisucipto. Sore itu, ternyata banyak anak-anak yang berekreasi melihat pesawat, dan habislah batagornya.
Pak Tin sangat puas dengan penghasilan hari itu. Tak seperti biasanya, ia mendapatkan laba sebesar 80 ribu rupiah sehari. Dan Istrinya pun bukan main senangnya. Tetapi, kesenangan itu tak lama. Pak Tin, sakit pada malam harinya, kecapean. Sakitnya, membuat dia tidak dapat berjualan selama tiga hari.
Itulah cerita bu Tin Suprihatin, pada pertemuan rutin di pendopo PADMA sore itu, Rabu, 15 April 2009. Sore itu berkumpul seluruh anggota pemberdayaanPADMA di desa Nayan. Pada tahap pertama ini, delapan orang pelaku usaha informal mendapatkan pinjaman lunak dari PADMA.
Delapan orang tersebut, didampingi dengan mengadakan pertemuan dua kali satu bulan. Setiap pertemuan akan membahas permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi. Selain itu, pelaku sector informal ini juga mendapatkan bimbingan tentang pembukuan, sehingga mereka mengetahui progres usaha.
Pertemuanpun ditutup dengan nasehat dari bu Tuminah kepada bu Tin, “Jangan terlalu ngoyo, yang penting kesehatannya dijaga.” ( Nur Izzah Millati-PADMA).

Senin, 13 April 2009

Program Sekolah Padepokan Musa Asy'arie.




Divisi Pendidikan dan Pelatihan Padepokan Musa Asy'arie Akan membuka program :

1. Sekolah Idiologi Negara
2. Sekolah Filsafat Islam
3. Sekolah Politik Islam (Angkatan II)

Program sekolah ini dibuka untuk Umum dan semua kalangan.
Informasi selengkapnya ada pada brosur (kilik diatas) atau hubungi sekertariat PADMA Jogja
Contak person : 0818505490 Muklis /0817467046 Didi

Minggu, 12 April 2009

Diskusi Ahli "Pemilu 2009, Idiologi Kebangsaan dan Etika Politik" Padepokan Musa As'arie (Kompas, 6 April 2009)

Pemilu 2009, Pasar, Korupsi, dan Etika Politik
KOMPAS.com - Menjelang Pemilu Legislatif 9 April 2009, iklan politik gencar muncul di berbagai media. Seperti halnya iklan yang menawarkan produk konsumsi, iklan politik juga menggunakan teknik merayu untuk memasarkan partai politik, calon anggota legislatif, dan program.

Calon pun diperlakukan layaknya konsumen, yaitu membeli yang menguntungkan. Menurut Dr Haryatmoko SJ, pakar etika politik dari Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, dalam diskusi ”Pemilu 2009, Ideologi Kebangsaan dan Etika Politik”, pekan lalu di Yayasan Padepokan Musa Asy’arie Yogyakarta, budaya kapitalisme baru memengaruhi konstituen dan warga negara dalam berhadapan dengan politik. Masyarakat yang konsumtif memengaruhi perilaku dan sikap politiknya.

Haryatmoko berpandangan, demokrasi (pemilu) cenderung diarahkan oleh pasar. Warga negara seperti konsumen. Pembelian bergantung pada pencitraan dan pasar. Politik pencitraan sudah berjalan sangat kuat melalui iklan politik, baik melalui media atau baliho dan poster yang bertebaran di pinggir jalan.

Ideologi kehilangan kemampuannya dalam memobilisasi massa. Orang bosan dengan ideologi yang tidak lagi mampu memberi janji. Masyarakat yang konsumtif menjadikan orang lebih pragmatis. Siapa yang memberikan uang lebih banyak, maka dia yang akan dipilih. Bahkan orang tidak melihat dan bertanya lagi, siapa pemberi uang dan apa ideologinya. Di sini tidak ada lagi pemisahan ekonomi, ideologi, dan kebudayaan.

Korupsi

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan suara terbanyak sebagai dasar penetapan calon anggota legislatif (caleg) terpilih bagai pedang bermata dua. Keputusan itu membuka persaingan terbuka antarcaleg. Kondisi ini memacu praktik politik uang dan persaingan yang tidak sehat. Walaupun putusan tersebut bisa menjadi awal dinamika baru, yaitu kepentingan konstituen lebih diperhatikan dan melemahkan daya tawar partai.

Tantangan terberat terletak pada maraknya politik uang dan rendahnya kualitas caleg. Politik kini berubah menjadi lingkaran mencari mata pencarian. Ini bisa dilihat dari daftar caleg yang dipenuhi pencari kerja. Mengutip Hannah Arendt, politik bukan lagi seni untuk berjasa kepada masyarakat. Politik menjadi lingkaran mata pencarian. Lingkaran proses produksi-konsumsi. Politik dimaknai sebagai upaya untuk bertahan hidup, bukan lagi seni untuk membantu menyejahterakan masyarakat.

Realitas paling mencolok adalah praktik politik uang dengan memberikan uang atau barang lain agar memilih partai atau caleg. Uang dicari untuk menopang konsumsi massa. Uang yang akhirnya mengarahkan sistem demokrasi.

Kondisi itu menjadikan demokrasi bukannya meniadakan korupsi, tetapi malah kian membuka peluang korupsi dengan model baru. Menurut Haryatmoko, politik uang biasanya mendapatkan sumber pembiayaan dari korupsi kartel elite, yaitu korupsi yang mendapat dukungan jaringan politik, ekonomi, militer, birokrasi, atau elite komunal.

Banyak partai diduga terlibat dalam pencarian dana melalui jabatan atau badan usaha milik pemerintah. Namun, korupsi kartel elite sulit dilacak. Ini karena lemahnya kemauan politik membongkar praktik korupsi jenis ini. Untuk memeriksanya mustahil karena hampir semua pihak terlibat.

Korupsi sering mengambil bentuk jaringan kerja sama yang menyangkut seluruh kehidupan politik dan pemerintahan. Biasanya korupsi mengambil bentuk ”struktur korporatis”. Anggota parpol tidak lagi bertanggung jawab secara individual atas tindakannya. Sejauh posisi partai tidak terancam, anggota yang korupsi biasanya akan dilindungi. Kalau bukti telanjur kuat, parpol cenderung membiarkan anggota yang terlibat menghadapi sendiri tuduhannya atau bahkan dilepas dari parpol.

Etika politik

Korupsi yang lekat dengan praktik kekuasaan kian menyadarkan urgensi membangun etika politik. Etika politik, papar Haryatmoko, bukan hanya terkait perilaku politisi, melainkan juga upaya membangun tatanan politik, yaitu produk hukum dan institusi politik yang adil. Perilaku politisi hanya satu dari tiga dimensi etika politik.

Tiga dimensi etika politik yang menentukan dinamika politik, yaitu dimensi tujuan politik, pilihan sarana, dan aksi politik. Dimensi tujuan etika politik, yaitu mencapai kesejahteraan masyarakat dan hidup damai berdasarkan pada kebebasan dan keadilan. Dalam negara demokratis, pemerintah bertanggung jawab mewujudkan komitmen tersebut.

Pada dimensi sarana pencapaian tujuan politik, harus diwujudkan tatanan politik (produk hukum dan institusi) yang mengikuti prinsip solidaritas dan subsidiaritas, keadilan prosedural dan penerimaan terhadap pluralitas, yaitu dihargainya ruang kebebasan politik dan kesamaan.

Prinsip subsidiaritas mengatur hubungan antara individu, kelompok, dan negara, terutama dalam mewujudkan keadilan distributif. Prinsip solidaritas mengandaikan keterlibatan warga negara untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Pada dimensi ini kekuatan-kekuatan politik ditata sesuai dengan prinsip timbal balik.

Pada dimensi ketiga, yakni aksi politik, politisi menentukan rasionalitas politik. Penguasaan manajemen konflik adalah syarat aksi politik yang etis, tindakan politisi harus didasari keberpihakan kepada yang lemah.

Yudi Latief, Kepala Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia (PSIK-Indonesia), berpendapat, dalam etika politik, modal moral, seperti kejujuran, perlu dimasukkan dalam sistem politik untuk membangun perilaku politik yang beretika.

Tantangan yang dihadapi kini adalah memperbaiki tatanan politik yang memungkinkan berkembangnya etika politik. Sebab, dalam tatanan politik yang buruk akan melahirkan warga negara yang beretika buruk pula. Seorang individu yang semula adalah individu yang baik ketika masuk dalam arena politik negara yang buruk akan terjerumus ikut berperilaku buruk, seperti terlibat dalam korupsi.

Mengutip Mohammad Hatta, sila pertama Pancasila adalah fundamen etik bernegara. Sila kedua, ketiga, keempat, dan kelima adalah fundamen politik.

(Erwin Edhi Prasetya)

PADMA Memberdayakan Pelaku Sektor Real Informal


Pada tanggal 24 Februari 2009, bertempat di joglo padepokan Musa Asy’arie. Pukul 16.30 WIB. Devisi Pemberdayaan memulai program yaitu pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Dalam bentuk pemberian pinjaman bagi pelaku sector informal di desa Nayan, tempat kantor PADMA (Padepokan Musa Asy’arie) berada. Hadir dalam acara pelaku sector informal di desa nayan. Direktur Padepokan, staff serta coordinator devisi ekonomi.
Program ini diresmikan oleh Basir Solissa, selaku direktur Padepokan Musa Asyarie, dengan memberikan pinjaman kepada enam pedagang kecil. Meskipun begitu, bagi mereka pedagang kecil yang permasalahannya bukan dana dapat masuk dalam kelompok ini. Karena tujuan utama devisi ini adalah pemberdayaan.
Dalam sambutannya, Basir Solissa berharap ke depan kelompok ini dapat berkembang semakin besar. Sehingga para pedagang dan peternak memiliki organisasi yang kuat dan saling memberikan semangat dan dukungan satu sama lain. Sehingga, mampu memberikan kontribusi positif bagi berkembangnya ekonomi kerakyatan Indonesia.
Sebelum mengucurkan pinjaman, devisi pemberdayaan terlebih dahulu mensurvei peminjam untuk mengetahui secara pasti kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi oleh sector informal. Dari hasil survey terhadap pedagang dan peternak, penjahit dan petani di desa Nayan didapat sebagian besar masalahnya adalah kurangnya modal yang mereka miliki.
Program ini ditengarai oleh keprihatinan Prof. Musa Asy’arie melihat belum diberikannya akses untuk pedagang dan peternak kecil oleh Bank-bank konvensional. “Bank konvensional masih berpihak kepada pedagang besar, dibuktikan dengan pengutamaan jaminan. Oleh karena itu, kita harus menghidupi pedagang kecil tersebut” Lebih lanjut, menurut Musa, pedagang besar tidak bias terus menerus membiarkan saingannya mati. “Semakin banyak yang bersaing itu semakin bagus, jadi yang besar menghidupi yang kecil, menghidupi sesama” Katanya.(Nur Izzah Millati- PADMA)

Diskusi Publik Membangun Karakter Bangsa


Kamis (19/2) dalam rangka Stadium General dan diskusi publik, pembukaan Program Sekolah Politik Islam dengan tema “Membangun Karakter Bangsa: Sebuah Landasan Filosofi dan Spiritual” di Yayasan Padma (Padepokan Musa Asyarie), Jl. Solo Km. 8 Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta.

Diskusi ini diikuti sekitar 40 orang. Selain dihadiri oleh peserta Program Sekolah Politik Islam, juga dihadiri undangan yang terdiri dari akademisi, pimpinan Ormas keagamaan, aktivis perempuan, aktivis partai dan media.

Sebagai pembicara hadir Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif dan pada pembukaan diskusi dibuka oleh Prof. Dr. Musa Asy’arie. Dalam pengantarnya Musa Asy’arie mengatakan bahwa Program Sekolah yang dibentuk ini merupakan pendalaman intelektual dan bertujuan untuk memajukan peradaban bangsa.

Banyak hal yang bisa dipelajari dalam diskusi tersebut, menurut Buya Syafii, panggilan akrab Syafii Maarif, diantaranya tentang karakter bangsa Indonesia yang sebenarnya belum hilang, tetapi melemah. Dibutuhkan pemimpin yang tidak hanya cerdas secara emosional, spiritual tetapi juga dibutuhkan kecerdasan hati. Karena dengan hati yang cerdas akan mengalir kearifan, rasa tenggang rasa dan kepedulian yang tinggi terhadap rakyat.

Menjelang pemilu April 2009 ini, Buya melihat demokrasi belum sepenuhnya terbentuk. Sifat aji mumpung masih banyak dimiliki oleh para wakil rakyat. Oleh karenanya siapapun pemimpin yang terpilih pada pemiliu 2009 ini, Buya berharap harus meletakkan telinganya ke bumi. Itu artinya pemimpin diharapkan yang benar-benar mendengarkan nasib rakyat. Bukan pemimpin yang tidak punya arah.

Pada akhir diskusi, Buya Maarif berharap diusianya yang ke 74 tahun, ia ingin melihat bangsa ini geliat dan tetap utuh.(sekretariat PADMA)

Padepokan Musa Asy'arie


Pendiriannnya diresmikan pada tanggal 31 Desember 2008, sebagai lembaga independen yang mengabdi pada sesama dan memberikan kontribusi pada kemajuan bangsa dan peradaban.
Menghargai dan menjunjung tinggi egalitarianisme, pluralisme, dan mendasarkan diri pada kekuatan spiritualitas dan intelektualisme. Padepokan didirikan untuk mencerdasan kehidupan bangsa, memberikan kontribusi pada kemajuan bangsa dan peradaban dalam dimensi spiritualtas, intelektual, kebijakan dan kerja pengabdian, tanpa membedakan asal-usul agama, etnis, idiologi, gender dan golongan.
Padepokan sangat menghargai pemikiran dan gagasan kreatif dari kalangan manapun, tradisi keagamaan, keimanan, dan karya-karya intelektual darimanapun asalnya. Padepokan juga hendak melakukan kontekstualisasi tradisi pemikiran keagamaan yang didasarkan pada kemanusiaan, menjunjung tinggi kebenaran, ketulusan, kebersamaan, dan etika kemanusiaan universal, untuk kemajuan bangsa dan peradaban.

Visi
Mengalir jauh menghidupi sesama

Tujuan
Bekerja untuk memberikan kontribusi dan pengabdian terbaik pada kemajuan bangsa dan peradaban, padepokan bertujuan untuk:

(1) Memberi ruang pada semua pemikiran kreatif anak bangsa, tanpa memandang asal usul agama, etnis, gender, ras, dan golongan;
(2) Menghargai karya kreatif anak bangsa dari golongan manapun, dan dalam bidang apapun;
(3) Memberikan spirit pencerahan pada peradaban dan kemajuan bangsa agar tidak menjadi bangsa yang banal;
(4) Mengayomi, merawat serta melanjutkan tradisi keilmuan dan spiritualitas anak bangsa yang berjiwa kemanusian untuk semua;
(5) Menjadi ruang untuk tumbuhnya gagasan paradigmatik yang berguna bagi kemajuan bangsa untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat.

Program kegiatan

Padepokan memiliki program-program utama di bidang pendidikan, pelatihan dan pemberdayaan ekonomi rakyat sebagai berikut:

1. Divis Pendidikan dan pelatihan, bertujuan untuk transformasi keilmuan, pengetahuan dan ketrampilan di bidang pemikiran filsafat, politik, demokrasi, pembangunan perdamaian, kebijakan publik, hak-hak asasi manusia, ekonomi pembangunan, kesejahteraan sosial, media massa dan budaya;
2. Divisi pemberdayaan ekonomi kerakyatan, bertujuan Meningkatkan kesejahteraan pelaku ekonomi rakyat, Memberikan pelayanan kepada pelaku ekonomi rakyat untuk meningkatkan taraf hidupnya, Membentuk perhimpunan pelaku ekonomi rakyat seluas-luasnya
3. Divisi Manajemen Berfikir Multidimensi, pelatihan dalam bidang penalaran dan spiritualitas, membangun pemikiran yang membebaskan, mencerahkan dan membangun rasionalitas spiritual untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.